NEW !

Sinopsis & Review The Boy and The Heron (2023)

Please wait 0 seconds...
Scroll Down and click on GET LINK for destination
Congrats! Link is Generated

Sempat booming karena disebut-sebut menjadi karya terakhir Hayao Miyazaki sebelum pensiun, kehadiran The Boy dan The Heron sangat ditunggu-tunggu oleh para penggemar Studio Ghibli.

Alhasil, saat pertama kali dirilis di Jepang, film ini langsung meraih prestasi menjadi film dengan pendapatan terbesar sepanjang sejarah Studio Ghibli di awal perilisannya karena berhasil meraih pendapatan sebesar 13,2 juta dolar.

Saat hendak ditayangkan di bioskop berbagai negara, Hayao Miyazaki pun menyatakan tidak akan pensiun dan akan melanjutkan karirnya tanpa batas waktu. Kabar bahagia ini membuat antusiasme para penggemar internasional semakin tinggi dan tak sabar untuk melihat karya terbaru sang pencipta.

Lantas, apa saja yang dihadirkan Hayao Miyazaki dalam The Boy and The Heron? Jika penasaran, sebaiknya simak sinopsis dan review film besutan KopiFlix berikut ini!

Sinopsis The Boy and The Heron (2023)

Saat Perang Dunia Kedua berkecamuk, Mahito remaja, yang dihantui oleh kematian tragis ibunya, dipindahkan dari Tokyo ke rumah pedesaan yang tenang di rumah ibu tirinya yang baru, Natsuko, seorang wanita yang sangat mirip dengan ibu anak laki-laki tersebut. Saat ia mencoba untuk menyesuaikan diri, dunia baru yang aneh ini menjadi semakin aneh setelah kemunculan seekor bangau abu-abu yang gigih, yang membingungkan dan mengganggu Mahito, menjulukinya sebagai "yang telah lama ditunggu-tunggu".

Informasi Selengkapnya

Review The Boy and The Heron (2023)

Berlangsung selama Perang Dunia II, Mahito Maki, seorang anak laki-laki berusia 12 tahun, terbangun dari tidurnya di malam hari setelah mendengar ayahnya, Shoichi, berteriak. Sang ayah mengumumkan bahwa rumah sakit tempat ibunya, Hisako dirawat, mengalami kebakaran. Sayangnya, Hisako tidak bisa diselamatkan dari peristiwa tragis tersebut.

Setelah kepergian Hisako, Shoichi yang juga pemilik pabrik amunisi udara memutuskan untuk menikah lagi. Dia menikahi saudara perempuan Hisako, Natsuko, yang juga merupakan bibi Mahito. Akibat pernikahan tersebut, Mahito terpaksa pindah ke kediaman Natsuko di pedesaan.

Natsuko tinggal di sebuah rumah dekat hutan dan tinggal bersama banyak pelayan tua. Meski begitu, kehidupan di rumah terasa hangat dan sibuk, namun sayangnya Mahito belum sepenuhnya bisa menyesuaikan diri dengan kehidupan barunya.

Meski cenderung pendiam dan selalu menuruti perintah, nampaknya hati pemuda itu belum sepenuhnya bisa melepas kepergian ibunya. Mahito juga tidak bisa menerima keberadaan Natsuko sebagai anggota keluarga baru, apalagi setelah mengetahui Natsuko hamil, makanya dia menimbulkan masalah.

Mahito bahkan berani melukai dirinya sendiri sebagai bentuk protes terhadap kehidupan barunya. Mahito sebenarnya bukanlah anak yang banyak bicara, namun bukan berarti bocah berusia 12 tahun ini tidak merasakan apa-apa. Layaknya anak seusianya, Mahito tentu kesulitan menerima kenyataan pahit yang dihadapinya.

Saat dirawat di rumah karena luka yang dideritanya, Mahito mengalami kejadian aneh karena terus-menerus didekati oleh burung bangau abu-abu. Burung bangau ini terus mengganggunya sejak pertama kali datang ke kediaman Natsuko.

Anehnya, Mahito selalu mendengar burung itu berbicara dalam bahasa manusia. Bahkan, bangau pernah membawa Mahito ke sebuah menara tua di dalam hutan yang merupakan peninggalan kakek buyutnya, padahal menara tersebut sudah lama ditutup setelah kakek buyut Mahito hilang di dalamnya dan tidak pernah ditemukan.

Para pembantu percaya bahwa menara tersebut berasal dari dunia lain karena banyak hal misterius yang terjadi disana. Karena itu, mereka tidak berani mendekati bangunan tua tersebut. Namun, burung bangau abu-abu yang selalu mengganggu Mahito terus menggoda Mahito untuk masuk ke dalamnya.

Hingga suatu hari, ketika Natsuko menghilang ke dalam hutan dan Mahito mencoba mencarinya bersama salah satu pelayannya, Kiriko, burung bangau abu-abu kembali menyambutnya di menara tua. Bangau itu seolah memberi petunjuk bahwa Natsuko ada di sana, dan mau tidak mau, Mahito harus masuk bersama Kiriko.

Setelah memasuki menara, berbagai kejadian aneh terjadi. Mereka disambut dengan transformasi bagau abu-abu menjadi manusia kerdil. Mahito pun melihat tubuh ibu kandungnya tergeletak lemah, meski ternyata itu hanya ilusi sang bangau.

Tak lama kemudian, keduanya bahkan ditelan oleh lantai menara, yang membawa mereka ke dunia fantasi yang aneh. Mahito kemudian didekati oleh seorang nelayan muda disana, yang ternyata adalah Kiriko.

Kiriko yang masih muda di dunia alternatif ini meminta bantuan Mahito untuk menangkap ikan besar yang akan diberikan kepada makhluk berbentuk balon putih bernama Wara Wara. Saat mereka besar nanti, Wara Wara ini akan terbang ke angkasa dan lahir di dunia Mahito.

Namun proses terbang Wara Wara diganggu oleh sekelompok burung pelikan. Saat itulah Mahito bertemu dengan seorang gadis bernama Himi, yang bisa membuat api dan membantu membakar burung pelikan yang rakus, sehingga Wara Wara dewasa bisa terbang kembali.

Mahito kemudian mengungkapkan tujuannya berada di dunia itu kepada Himi, dan untungnya Himi bersedia membantu. Bahkan, Himi menyatakan bahwa Natsuko adalah adik kandungnya dan dia mengetahui keberadaan Natsuko.

Terbaring kaku dan tak sadarkan diri, Natsuko rupanya disekap di ruang bersalin. Mahito mencoba membangunkannya dan membawanya pulang, namun Natsuko marah dan mengungkapkan kebenciannya pada Mahito. Natsuko kemudian memerintahkan anak tirinya untuk pergi, meski Mahito tidak menyerah dan terus berusaha meyakinkannya untuk pulang.

Pertemuan mereka diungkap oleh penyihir yang menjaga menara. Alhasil, Mahito dipindahkan ke ruangan lain untuk dieksekusi oleh pasukan parkit penjaga menara. Himi juga ditahan oleh pasukan parkit ini, yang kemudian pingsan dan diserahkan kepada penyihir.

Beruntung Mahito berhasil menyelamatkan diri. Ia kemudian berusaha menyelamatkan Himi, meski akhirnya ia bertemu dengan penyihir penjaga menara, yang ternyata juga adalah penyihir yang menguasai dunia fantasi tempat ia berada. Yang paling mengejutkan adalah kenyataan bahwa penyihir tersebut adalah kakek buyut Mahito.

Kakek buyutnya rupanya sengaja membawa Mahito ke dunianya dan menawari Mahito tugas untuk menggantikan tempatnya menyusun tumpukan balok kayu, tugas yang hanya bisa dilakukan oleh keturunannya. Namun, Mahito menolak.

Mahito meyakinkan kakek buyutnya bahwa dia hanya akan menyelamatkan Natsuko dan Himi, lalu pulang dan hidup lebih baik di dunianya.

Sayangnya, meski sang kakek buyut menerima keinginan Mahito, salah satu makhluk yang juga menjaga menara itu kecewa dengan kabar bahwa dunia fantasi yang mereka jalani hanya dikuasai oleh tumpukan balok kayu. Kekacauan pun terjadi setelahnya, membuat dunia alternatif perlahan bergabung.

Apa yang sebenarnya terjadi? Akankah Mahito berhasil membawa pulang Natsuko dan menyelamatkan Himi?

Pertahankan DNA Ghibli dan Fitur Khusus Hayao Miyazaki

Setelah 9 tahun vakum dalam memproduksi film layar lebar, rupanya Ghibli tak pernah melupakan jati dirinya. Film The Boy and Heron masih menggunakan DNA animasi Ghibli yang membuat saya bernostalgia dengan film-film produksi studio ini pada tahun 90an dan 2000an.

Bedanya, kemajuan teknologi membuat grafis dan animasi di film ini terasa lebih jernih dan halus. Beberapa objek juga digambarkan dengan sangat artistik dan terasa lebih nyata dibandingkan film-film sebelumnya.

Jangan lupa, Hayao Miyazaki meninggalkan “jejak” di film ini yang membuat kita teringat akan film-film yang dibuatnya di masa lalu. Bahkan, pada suatu saat saya merasa The Boy dan The Heron merupakan gabungan cerita dari dua anime sebelumnya.

Perjalanan Mahito yang tiba-tiba terjebak di dunia lain mirip sekali dengan cerita Chihiro di Spirited Away. Lalu, menara misterius yang menjadi pintu gerbang Mahito menuju dunia lain mirip dengan kastil ajaib Howl di Howl's Moving Castle. Namun bukan berarti The Boy dan The Heron tidak memiliki identitas tersendiri.

Seperti dilansir The Conversation, film ini ternyata merupakan autobiografi dari Hayao Miyazaki sendiri. Ceritanya seperti cerminan kehidupan Miyazaki, dimana ia mengenang banyak kenangan puluhan tahun kehidupan masa lalunya. Sebuah harta berharga bagi para penggemar sang kreator yang telah mengetahui karirnya sejak lama.

Perjalanan Penerimaan Keluarga Baru

Sama seperti film-film sebelumnya, Hayao Miyazaki banyak mengangkat nilai-nilai dalam film ini. Walaupun saya tidak bisa menangkap semua metafora yang dilontarkan sang pencipta dalam kisah Si Bocah dan Bangau, namun ada satu nilai utama yang bisa saya simpulkan, yaitu perjalanan penerimaan.

Petualangan protagonis kita, Mahito, ke dunia fantasi menyadarkannya bahwa Natsuko mencintainya dengan sepenuh hati dan seharusnya ia memberikan cinta yang sama kepada ibu lanjutannya.

Mahito pun akhirnya bisa merelakan kepergian ibunya setelah sebelumnya selalu mengalami mimpi aneh tentang ibunya, dan menimbulkan masalah karena keengganannya menjalani kehidupan baru.

Yang jelas Mahito menyadari meski anggota keluarga barunya tidak terikat hubungan darah, namun ia tetap bisa merasakan cinta keluarga yang tak kalah tulusnya dengan keluarga kandungnya.

Narasi yang terasa sedikit rumit

Harus saya akui bahwa narasi dalam film ini lebih kompleks dibandingkan film-film Hayao Miyazaki sebelumnya. Meski penggambaran ceritanya bukan sesuatu yang baru karena mengambil referensi dari karya-karya sebelumnya, namun mulai pertengahan film hingga akhir, petualangan Mahito terasa rumit dengan banyaknya simbolisme yang ditampilkan.

Jika ini adalah film Miyazaki pertama yang kamu tonton, mungkin kamu akan bingung dengan arti dari karakter dan setiap adegannya. Misalnya saja adegan Mahito mencoba menyelamatkan Natsuko di ruang bersalin. Natsuko menyuruh Mahito pergi dan mengatakan bahwa dia membenci Mahito.

Adegan ini sebenarnya paralel dengan apa yang dialami Mahito bersama ibunya di dunia nyata, dimana kenyataannya Mahito lah yang tidak bisa menyukai keberadaan Natsuko. Lalu, ada juga adegan dimana pesulap penguasa dunia fantasi yang ternyata adalah kakek buyut Mahito mencoba membuat tumpukan balok kayu dan meminta Mahito melanjutkan tugasnya.

Tumpukan balok kayu ini rupanya mewakili keseimbangan dunia fantasi yang mereka tinggali, dan kakek buyutnya berharap Mahito menjadi penerusnya dalam menjalankan tugas tersebut. Namun, Mahito mempunyai pandangan berbeda dan memilih untuk meningkatkan kualitas hidup di dunia nyata dibandingkan hidup di dunia fantasi.

Dinamika keluarga seperti ini sering kita jumpai, dimana salah satu anggota keluarga yang lebih tua berharap agar anggota keluarga yang lebih muda pun mengikuti jejaknya, padahal pandangan tersebut tidak selalu merupakan pilihan terbaik.

Selain itu, masih banyak simbolisme lain yang muncul dari setiap adegan dan karakter dalam The Boy and The Heron yang berhubungan dengan perasaan kehilangan, kedewasaan, dan penerimaan.

Bagi saya, The Boy and The Heron merupakan satu lagi karya Hayao Miyazaki yang sayang untuk dilewatkan, terutama bagi para penggemar yang ingin mengetahui perjalanan hidup sang animator. Meski ceritanya terasa lebih kompleks dibandingkan film-film sebelumnya, namun film ini menyimpan banyak nilai mendalam kehidupan yang layak untuk disimak.

Film ini pun sukses mengobati kerinduan saya terhadap Studio Ghibli yang sudah lama hiatus merilis film layar lebar. Puaskan dahaga saya akan kisah petualangan magis menjelajahi dunia fantasi yang penuh dengan makhluk imajinatif unik.

Posting Komentar